Golkar Ingatkan Hakim PA di Banten Tak Mudah Menyetujui Perceraian

PIJARJAKARTA | Peningkatan kasus perceraian di Banten diatributkan pada beragam faktor, termasuk masalah ekonomi yang memengaruhi keharmonisan rumah tangga.

Tidak hanya itu, kemajuan teknologi juga berperan dalam menyebabkan perpecahan rumah tangga serta memicu keterlibatan pihak ketiga.

banner 336x280

Adde Rosi Khoerunnisa, Anggota Komisi III DPR RI, menekankan kepada hakim di Pengadilan Agama agar tidak terburu-buru dalam memberikan putusan perceraian.

“Peningkatan kasus perceraian di Banten kemungkinan disebabkan oleh pernikahan dini atau ketidakmatangan dalam berumah tangga, serta banyaknya pernikahan yang dipicu oleh kehamilan di luar nikah atau dipaksakan. Namun, kami meminta agar hakim selalu mengupayakan penyelesaian damai antara kedua belah pihak agar perceraian bisa dihindari,” ungkap Adde Rosi Khoerunnisa kepada wartawan dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI ke tiga lembaga peradilan di wilayah Provinsi Banten, Tangerang, Banten, pada Senin (4/3/2024).

Lebih lanjut, Adde Rosi menyebut bahwa Pengadilan Agama Serang mengadakan program isbat nikah setiap tahun dengan dukungan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang dan Pemerintah Kota (Pemkot) Serang.

Baginya, jika terjadi pernikahan yang tidak sah secara hukum, seperti nikah siri yang kemudian disahkan melalui isbat nikah, hak anak dan istri dalam pernikahan tersebut menjadi sah secara hukum.

“Ketika terjadi perceraian, hak anak dan istri tetap diakui sesuai undang-undang karena telah menikah di Pengadilan Agama,” tambahnya.

“Intinya, hakim harus lebih teliti dalam mempertimbangkan masa depan, apakah anak-anak akan terurus setelah perceraian. Jadi, penting untuk memastikan bahwa anak-anak tidak menjadi beban bagi negara,” tegasnya.

Adde Rosi menegaskan bahwa tidak ingin mencampuri urusan rumah tangga. Namun, ia berharap masyarakat dapat membentuk keluarga yang harmonis dan terhindar dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), di mana faktor ekonomi juga dapat mengurangi risiko anak-anak menjadi korban perceraian.

“Saya sering mengingatkan agar hakim tidak terlalu mudah dalam memberikan putusan perceraian. Meskipun mediasi sudah dilakukan, hakim juga sudah melakukan pendekatan persuasif, tetapi akhirnya keputusan ada pada pasangan itu sendiri. Yang penting, hakim harus memperhatikan masa depan anak-anak setelah perceraian. Jadi, hakim harus mempertimbangkan dengan cermat agar tidak ada anak yang menjadi beban bagi negara,” ujar Adde Rosi. [ary]

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *