Batara.info | Publik dihebohkan dengan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Institut Teknologi Bandung (ITB) beberapa waktu lalu yang menggunakan skema pinjaman online (pinjol) bagi mahasiswa yang sedang mengalami kesulitan pembiayaan.
Menanggapi ini, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Mifathul Huda menyampaikan, skema pembiayaan ini hukumnya haram.
Kyai Miftah menjelaskan, pinjaman berbunga tersebut untuk keperluan pendidikan haram karena pinjaman berbunga adalah riba dan hukum riba adalah haram.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah ayat 275 bahwa Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
“Dalam kaidah lain bahwa segala transaksi pinjaman yang terdapat unsur manfaat yang diambil oleh pemberi pinjaman dan itu dipersyaratkan dalam akad maka itu masuk kategori riba,” kata Kyai Miftahul Huda, Kamis (1/2/2024).
Sementara itu, Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam mendorong optimalisasi lembaga filantropi melalui zakat, infak, dan sedekah (ZIS) untuk membantu pembiayaan pendidikan.
Menurut Prof Niam, optimalisasi lembaga filantropi tersebut juga untuk mencegah pembayaran UKT menggunakan pinjol bagi mahasiswa yang sedang mengalami kesulitan pembiayaan.
“Solusinya MUI tentu mendorong optimalisasi lembaga filantropi Islam dalam hal ini lembaga zakat, infak, dan sedekah bisa menaruh perhatian terhadap penyaluran bagi anak-anak yang menempuh pendidikan dan kesulitan pembiayaan,” ujar Kyai Niam, Kamis (1/2/2024).
Prof Niam menjelaskan, bentuk penyaluran tersebut bisa beragam, mulai dari zakat hingga qardhul hasan (utang tanpa riba).
Prof Niam menambahkan, dengan adanya penyaluran tersebut diharapkan bisa memudahkan mahasiswa untuk meneruskan kuliahnya tanpa putus.
Lebih lanjut, Guru Besar Bidang Ilmi Fikih Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini menyoroti peran negara dalam menjamin aksesisbilitas pendidikan.
Menurutnya, lembaga keuangan juga perlu meregulasi agar pinjol tidak menjadi instrumen yang merugikan masyarakat.
Prof Niam menekankan, hal ini bukan terkait dengan pinjaman secara online atau offline, tetapi pinjaman yang harus terjamin keamanannya, baik regulasi maupun syari.
Prof Niam menegaskan, masyarakat tidak boleh sampai terjebak kepada aspek yang bersifat ribawi sehingga, dapat merugikan para pihak, juga melanggar ketentuan agama.
Selain itu, Prof Niam menilai, perlu mengoptimalkan dana pihak ketiga dalam bentuk wakaf yang manfaatnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.
“Jadi secara bergulir bisa berpindah dari satu mahasiswa ke mahasiswa yang lain. Pokoknya tetap, tetapi manfaatnya bisa membiayai perkuliahan anak-anak yang punya talenta, punya keinginan untuk kuliah, tapi ada kesulitan pendaan. Di samping ikhtiar kampus,” jelasnya. [MUI/ary]