Foto : DPR RI
BATARA.INFO, Jakarta – Badan Keahlian (BK) DPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “History for the Future: How to Integrate History Perspective to Forward Looking Policy Analysis – Case Studies of Foreign Policy and International Education” di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Forum ini diinisiasi oleh Ketua DPR RI Puan Maharani sebagai bagian dari transformasi DPR dalam memperkuat kapasitas pengetahuan dan pengelolaan sistem informasi guna mendukung proses legislasi yang lebih berkualitas.
FGD menghadirkan narasumber internasional maupun nasional, antara lain Michael G. Vann dari Sacramento State University, Eric Alan Jones dari Northern Illinois University, serta Hilmar Farid dari Institut Kesenian Jakarta yang juga mantan Dirjen Kebudayaan.
Kebijakan Publik Berbasis Sejarah
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, yang turut hadir dalam forum tersebut menegaskan pentingnya menjadikan sejarah sebagai pijakan dalam perumusan kebijakan publik, khususnya dalam pembentukan undang-undang.
“FGD ini sangat produktif dan bermakna bagi kami, terutama sebagai anggota DPR dan pimpinan alat kelengkapan dewan. Kita mendapatkan perspektif dari para pakar lintas negara mengenai pentingnya sejarah sebagai dasar dalam membuat kebijakan publik,” ujar legislator asal Kalimantan Timur itu.
Hetifah menambahkan, kebijakan publik tidak boleh hanya melihat kondisi saat ini, melainkan juga harus belajar dari keberhasilan maupun kegagalan di masa lalu, baik di Indonesia maupun di negara lain. Dengan begitu, kata dia, kebijakan yang dihasilkan bisa lebih tepat sasaran, efektif, efisien, dan menghindari keputusan yang terlalu reaktif.
Pentingnya Data dan Analisis Kritis
Dalam paparannya, Hetifah juga menyoroti pentingnya peran lembaga riset seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pusat Statistik (BPS), serta BKD DPR yang selama ini menjadi sumber data dan penelitian. Namun, ia menekankan bahwa setiap data perlu dianalisis secara kritis sebelum dijadikan landasan penyusunan kebijakan.
“Selain aspek akademik, kita juga harus mempertimbangkan konsekuensi anggaran dari setiap kebijakan. Dengan begitu, undang-undang yang dihasilkan tidak hanya baik di atas kertas, tetapi juga realistis dalam implementasi,” jelas politisi Fraksi Partai Golkar tersebut.
Isu Pendidikan Internasional
Hetifah juga menyoroti isu pendidikan internasional yang turut dibahas dalam FGD. Ia berharap para pelajar Indonesia di luar negeri dapat memberikan kontribusi nyata bagi bangsa ketika kembali ke tanah air.
“Belajar dari sejarah sangat penting agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama,” ujar Hetifah, yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Panja RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Ia mengapresiasi BKD DPR yang dinilai semakin maju dalam penggunaan data, riset, serta bukti empiris sebagai dasar penyusunan naskah akademik maupun rancangan undang-undang. “BKD telah menerapkan meaningful participation dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan sebelum menyusun naskah akademik, dan itu sangat membantu proses legislasi yang lebih berkualitas,” tambahnya.
FGD Digelar Rutin
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menegaskan bahwa forum sejenis akan digelar secara rutin untuk memperkaya wawasan para peneliti maupun pegawai Sekretariat Jenderal DPR.
“Melalui FGD ini, kita mengundang profesor dari Sacramento State University, Northern Illinois University, serta pengamat budaya untuk memberikan perspektif historis dalam melihat kebijakan, khususnya di bidang pendidikan. Ke depan, tantangan semakin kompleks, sehingga dukungan pengetahuan berbasis sejarah sangat penting bagi DPR,” ujar Indra.
Ia menekankan bahwa sejarah tidak dapat dilepaskan dari perjalanan bangsa dan harus dijadikan bahan refleksi untuk menyusun kebijakan ke depan.
“Indonesia hari ini tentu berkaitan erat dengan Indonesia kemarin. Melalui refleksi itu, kita bisa menentukan langkah yang lebih tepat untuk masa depan,” pungkasnya.
