Jamintel Kejagung Reda Manthovani : Edukasi Hukum itu Perlu dan Harus Dua Arah

Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung (Jamintel Kejagung), Prof.Dr.Reda Manthovani, SH, LLM.Foto tangkapan layar batara.tv.


Batara.Info, Jakarta – Kesibukan yang luar biasa dan super sibuk,  sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejagung, Prof.Dr.Reda Manthovani biasa disapa Prof.Reda,  tak melupakan dan meninggalkan dunia kampus, sebagai dosen. Selama ada waktu luang, tenaga pendidik di Fakultas Hukum Universitas Pancasila dan berbagai kampus ini, senang mengajar kepada mahasiswa yang diajar dan dibinanya.

Selain itu, berbagai puluhaan buku ilmu hukum  pernah ditulis dan diterbitkannya.

Hal itulah yang membuat, mantan Kajati Daerah Khusus Jakarta (DKJ) berkiprah dan turut membantu dan mengedukasi hukum dengan program jaksa masuk desa, jaksa masuk pesantren dan masih banyak program edukasi hukum lainnya.

Beranjak dari hal tersebut, Gembong Wiroyudo (senior Batara.TV dan Batara.Info) menggali dan menguliknya lebih dalam dengan Prof.Reda di ruang kerja Jamintel Kejagung Jakarta, belum lama berselang.

Berikut perbincangannya.

Gembong Wiroyudo (GW): Menurut Prof. Bagaimana bentuk edukasi hukum yang ideal supaya masyarakat mendukung berlakunya hukum?
Prof.Reda : Kalau edukasi hukum, di Kejaksaan namanya penerangan hukum. Ada jaksa menyapa, jaksa masuk pesantren, jaksa masuk desa. Pokoknya ada banyaklah.

Kalau penerengan hukum di sini (baca : kejaksaan) tidak dilakukan sekali, dua kali selesai, tetapi terus menerus.Dan dilakukan tidak satu arah, melainkan dua arah.

Seperti, yang kami (kejaksaan) dalam program jaga garda desa. Itu juga dilakukan interaktif, dimana kejaksaan ingin menjaga desa atau kepala desa, aparat hukum terhindar dari permasalahan hukum dari program-program yang dilaksanakan oleh mereka (baca ; desa), terutama anggaran negara yang diterima desa.

Kami selalu memberikan penyuluhan bertahap dan berjenjang, kami memberikan sosialisasi bagaimana kepala desa dan aparat desa menjalankan program-program anggaran negara sesuai dengan aturan hukum.

Bahkan mereka, memberikan kesempatan berupa laporan pertanggung jawaban kepada kami, oh ini begini, begini, jadi ada feedback ke kami. Ya  sudah kalau memang benar laporan pertanggung jawaban  ke kami.

Mereka juga memberikan feedback masukan ke kami. Namun, bimbingan yang kami berikan bukan di tahun sebelumnya, tetapi di tahun berjalan memberikan feedback ke kami, melalui sistem yang kami berikan. Sehingga, mereka tidak perlu datang ke kantor kejaksaan, dan bila mereka ada pertanyaan dan komplain menggunakan hot line nya dalam sistem yang kami berikan tersebut.

Dan, menurut saya, sistem yang kami berikan lebih efektif. Sehingga mereka memberikan masukan ke kami, kami pun memberikan masukan ke  mereka.

Setelah mereka melaporkan ke kami, kami jadi tahu bahwa, oh mereka sudah menjalankan masukan dari kami, kalau laporan mereka belum sempurna, maka kami memberikan masukan lagi.

Bahkan, kalah mereka ada pertanyaan atau komplain kepada kami, merela bisa juga menyampaikan langsung kepada kami, melalui hotline tersebut. Jadi, harus ada interaksi.

GW : Bagaimana edukasi hukum di Indonesia, apakah mulai dari hulu ke hilir atau sebaliknya

Prof.Reda :  Kebanyakan masyarakat Indonesia, akan melihat dan mencontoh dari hulu.

Artinyadari pusat (hulu) dulu, karena aparat yang punya kewenangan, dan menginisiasi terlebih dahulu dengan program-program yang detail dan jelas.

Sehingga rakyat, tinggal mengikuti. Kan, sebenarnya, kalau bagi kami di kejaksaan (baca : Melaksanakan tupoksi), contohnya berkurangnya kebocoran negara, seperti misal di desa.

Kamiengharapkan anggaran negara yang telah dikucurkan, itu sesuai dengan kebutuhannya, juga sesuai dengan perencanaan dan laporan pertanggung jawabannya  jelas dan sesuai (ada bukti dan manfaatnya) buat warga desa, pungkasnya.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *