Batara.info | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Dalam tangkap tangan ini KPK mengamankan sejumlah 18 orang di wilayah Ternate, Maluku Utara dan Jakarta. KPK juga mengamankan uang tunai sekitar Rp725 juta sebagai bagian dari dugan penerimaan sejumlah Rp2,2 Miliar.
KPK kemudian menetapkan tujuh orang sebagai Tersangka, yaitu AGK selaku Gubernur Maluku Utara, AH Kepala Dinas (Kadis) Perumahan dan Pemukiman, DI Kadis PUPR, RA Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ), RI Ajudan, ST dan KW selaku pihak Swasta. Para Tersangka AGK, AH, DI, RA, RI, dan ST selanjutnya dilakukan penahanan masing-masing untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 19 Desember 2023-7 Januari 2024 di Rutan KPK. Selain itu, KPK mengimbau Tersangka KW untuk kooperatif hadir dalam pemanggilan pemeriksaan berikutnya.
Dalam konstruksi perkaranya, AGK selaku Gubernur ikut menentukan pihak-pihak yang akan dimenangkan dalam lelang pengadaan dan besaran setorannya. AGK meminta AH, DI, dan RA memanipulasi progress pekerjaan seolah telah selesai di atas 50% agar bisa mencairkan anggaran.
Tersangka KW menyatakan kesanggupan memberikan uang dan dimenangkan dalam pengadaan proyek. Selain itu, ST juga telah memberikan sejumlah uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan izin proyek pembangunan jalan. Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang masuk ke rekening penampung sekitar Rp2,2 Miliar. Selain itu AGK juga diduga menerima uang dari para ASN Pemprov. Maluku Utara untuk mendapat rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan.
Tersangka ST, AH, DI, dan KW sebagai Pihak Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Tersangka AGK, RI, dan RA sebagai Pihak Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Permufakatan jahat pada perencanaan pengadaan barang/jasa berpotensi menimbulkan kecurangan pada tahap pelaksanaan maupun pertanggungjawabannya. Korupsi pada sektor ini memberikan dampak buruk yang menghambat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. [KPK/ary]