Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. Foto: fraksigerindra.id
Sumber Berita : Parlementaria
BATARA.INFO, Jakarta — Komisi III DPR RI terus melanjutkan penyerapan aspirasi masyarakat dalam proses revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pembahasan revisi KUHAP dinilai semakin mendesak, mengingat kebutuhan untuk menghadirkan sistem peradilan yang lebih adil dan seimbang bagi para pencari keadilan di Indonesia.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Aliansi Mahasiswa Nusantara di Gedung Nusantara II, Senayan, Rabu (15/10/2025), Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa aturan KUHAP yang berlaku saat ini masih menempatkan warga negara dalam posisi lemah.
“Saat ini, ketika seorang warga negara diperiksa sebagai saksi, ia belum bisa didampingi kuasa hukum. Pendampingan baru bisa dilakukan setelah statusnya naik menjadi tersangka. Padahal, bisa jadi yang bersangkutan sudah membuat pengakuan macam-macam sebelum didampingi penasihat hukum,” ujar Habiburokhman.
Politikus Fraksi Partai Gerindra itu menilai, kondisi tersebut memperlihatkan betapa rentannya posisi warga dalam proses hukum. Lebih jauh, ia mengkritik terbatasnya kewenangan kuasa hukum dalam pendampingan. Dalam banyak kasus, kuasa hukum hanya diperbolehkan duduk diam, mencatat, dan mendengarkan tanpa ruang gerak untuk membela atau berkomunikasi aktif dengan kliennya.
“Kewenangan kuasa hukum yang dibatasi seperti ini menunjukkan bahwa sistem peradilan kita belum sepenuhnya adil,” tegasnya.
Menurut Habiburokhman, KUHAP merupakan aturan yang mengatur relasi antara negara dengan warga negara yang berhadapan dengan hukum. Namun, selama ini relasi tersebut tidak berjalan seimbang karena negara memiliki kekuasaan yang sangat besar, sementara warga negara sering kali tidak berdaya.
“Akibatnya, orang yang bermasalah dengan hukum, salah tidak salah, kemungkinan besar berakhir di penjara,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa revisi KUHAP harus difokuskan pada penguatan hak-hak tersangka dan saksi, serta peningkatan peran advokat dalam proses hukum. Pengawasan terhadap aparat penegak hukum, lanjutnya, tidak harus dilakukan dengan menambah lembaga baru, melainkan melalui pemberdayaan masyarakat dan advokat itu sendiri.
“Cara mengontrol negara bukan dengan menambah lembaga, tapi dengan memperkuat posisi warga negara dan kuasa hukum. Lewat mereka, kita bisa memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil,” tandas Habiburokhman.
